Oleh : Ummi Munaliza
Kalau dulu sering kita mendengar lidah ibarat pedang, bisa mencatas apa saja yang terlintas di dalam benak hati dan fikirannya. Memang sebenarnya pokok pangkal sesuatu amal itu bergantung dengan lidah dan hatinya.
Diriwayatkan bahawa Lukman al-Hakim, pernah disuruh majikannya membeli daging yang baik untuk menjamu para tamunya. Lukman membeli hati dan lidah. Majikannya merasa marah dengan tindakan Lukman dan bertanya kepadanya kenapa dia membeli hati dan lidah.
"Tidakkah ini daging yang baik seperti tuan pesan. Hati merupakan sumber amal perbuatan yang baik, sedang lidah dapat menjalin persaudaraan. Dari keduanya orang dapat membangun kebaikan," jawab Lukman.
Pada satu hari majikannya kembali menyuruh Lukman membeli daging yang busuk. Tujuan majikannya ialah untuk mengetahui jenis daging apa yang akan dibeli oleh Lukman.
Ternyata, Lukman sekali lagi membeli hati dan lidah. Tindakan ini mengejutkan majikannya dan bertanya kenapa dia berbuat demikian sedangkan yang disuruh dibeli ialah daging yang busuk.
"Benar tuan, ini daging terbusuk. Hati adalah daging yang paling baik dan sekaligus juga paling busuk. Ia sumber kedengkian dan rasa bongkak. Lidah merupakan ‘alat’ untuk melaknat, mencerca dan mencaci orang lain."
Lidah merupakan cermin hati seseorang. Bila hati bersih, lidah niscaya tidak akan berkata kecuali yang baik. Sebaliknya bila hati ‘busuk’, maka lidah akan mudah mengucapkan kata-kata yang buruk.
Oleh karena itu dalam rangka memelihara persaudaraan Islam maka kita perlu menjaga lidah untuk tidak mencaci dan memaki sesama umat Islam. Perbezaan apapun yang terjadi, jangan sampai menodai persaudaraan Islam.
Allah menggambarkan orang yang menjaga dalamnya persaudaraan Islam (ukhuwwah Islamiah), menggunakan kata ikhwah, yang berarti "saudara kandung". Ini berbeza dengan ikhwan, yang artinya "berteman", sebagaimana digunakan Allah dalam surat Ali ‘Imran ayat 103, untuk menggambarkan bagaimana suku-suku Arab pada zaman jahiliah yang bermusuh-musuhan, kemudian bersatu setelah memeluk Islam.
Jadi, setelah berada dalam satu agama, setiap Muslim adalah teman bagi yang lain. Dan setelah keislaman meningkat, setiap Muslim diharuskan memandang Muslim yang lain sebagai saudara kandungnya.
Ukhuwwah Islamiah yang benar sebagaimana yang digambarkan Rasulullah dalam sabdanya bahawa seorang Muslim harus dapat mencintai Muslim lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri; bahawa seorang Muslim harus dapat merasakan kesusahan yang dialami Muslim lain. (HR. Bukhari)
Di dalam al-Quran, Allah tegas memerintahkan agar seorang Muslim tidak memusuhi, mencaci, dan berburuk sangka kepada Muslim lain. Umat Islam harus memegang teguh persaudaraan Islam sebagimana firman-Nya dalam surah Ali Imran ayat 103:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."
Dari ayat ini boleh kita ambil hikmahnya bahawa sikap yang paling bijak ialah berusaha memperbaiki diri, sekaligus menjadi orang yang pemaaf. Sebab itulah yang selalu dilakukan Rasulullah SAW sepanjang hidupnya. Sedangkan hidup Nabi adalah contoh bagi setiap mukmin.
Tetapi kini jari ibarat tali gantung. Dengan menggunakan hujung jari, orang boleh menaip, meng'klik', meng'copy' dan meng'paste' apa-apa yang boleh memfitnah sesama persaudaraan seagama islam.
Dengan hujung jari yang cuma perlu menekan huruf dan menggerakkan tetikus, dan klik kiri atau kanan tetikus, boleh menjerut leher saudara seagama. Boleh menyumbat saudara seagama kedalam kota berduri.
Namun tidak pernah rasa gentar dalam hati ini akan ugutan dan fitnah yang mula bersebar di alam maya. Apalah yang mampu mereka lakukan jika tidak dengan izin Allah. Jika dengan izin Allah perkara itu berlaku, maka ia pula menjadi ujian untuk menguji keimanan. Masih berimankah jika sedikit ugutan menerpa di dalam jiwa, iman mula goyah dan terbit ketakutan?
Sesungguhnya hidup ini tidak ada surutnya ujian demi memartabatkan iman pada tempat yang selayaknya. Lagi pun apa yang dikejar selain ingin menjadi manusia taqwa. Taqwa bukanlah boleh kita dapat melainkan melalui ujian-ujian.
Hanya satu yang ummi titip buat semua yang sayangkan persaudaraan dan perjuangan Islam, semua mesti kuat, tabah dan sabar menghadapi ujian ini. Walaupun ada orang yang disayang diuji, maka kamu semua juga diuji untuk redha menerima keadaan ini. Pelihara iman, jangan goyah atau hilang pertimbangan. Ingat kita akan bertemu juga dihujung perjalanan ini. Tetapkan iman agar kita bersatu semula nanti.
Maka beruntunglah jika mereka itu sering diuji namun sezarah pun tidak rasa goyah imannya.
Semoga kita diberi kekuatan untuk senantiasa memelihara ukhuwwah Islamiah. Amin.
Artikel Asal : Field Of Dream
No comments:
Post a Comment